Mendung, Gerimis, Hujan, dan Pelangi
Kisah ini
adalah antara aku dan kamu, kotaku dan kotamu, hatiku dan hatimu. Walaupun
jarak memisahkan kita, hati ini tetap terjaga untukmu. Jarak ini ada agar rindu
menjadi semakin indah saat menantikan kedatanganmu. Yah, aku tahu, Long Distance Relationship (LDR) memang
identik dengan yang namanya Lelah Disiksa Rindu. LDR itu pilihan, di mana kita
harus saling setia, saling memberi kepercayaan, dan pengertian. Kita saling
melihat bintang dan bulan yang sama, tapi kita tidak sedang bersama, berpijak
di kota yang sama. Tidak semua orang bisa dan sanggup merasakan seperti ini,
hanya orang-orang terpilih saja yang mampu menjalaninya.
Pertama
kali aku melihat sosokmu dari kejauhan di sudut jalan, ada sedikit rasa benci
dan marah yang muncul dalam diriku. Namun, seiring dengan berjalannya waktu,
siapa sangka kalau akhirnya sekarang aku malah jadi cinta mati denganmu.
Berpisah denganmu pun aku tak sanggup. Kamu menjadi inspirasiku, sosok yang
menjadi pelangi dalam hidupku. Tapi, kamu juga mampu menghadirkan mendung,
gerimis, dan hujan sekaligus dalam hidupku. Meskipun cinta kita bisa dibilang
berat di ongkos, tak sedikitpun mengurangi bahagia yang tercipta. Kamu, ya,
Kamu. Terimakasih karena telah melengkapi hidupku.
Malam
kemarin, kita masih berada di kota yang sama, berpijak di tanah yang sama. Tapi
sekarang, meskipun masih dengan menatap langit yang sama, kita kembali
terpisahkan oleh jarak, ruang, dan waktu. Aku terharu, ketika akhirnya kamu
bilang mau bersabar dan mengerti dengan keadaan orang tua ku, keluarga ku.
Hingga tanpa terasa, hujan pun turun, mengalir di sudut mataku. Mungkin bagimu
aku terlalu cengeng, aku tak akan mempermasalahkan anggapanmu itu. Karena
bagiku, mungkin ini adalah bagian dari sisi melankolisku.
Gerimis
kembali datang, tak terasa bersamaan dengan datangnya malam minggu. Malam yang
identik dengan waktu “kencan” banyak pasangan muda-mudi. Tapi tidak untuk kita
yang lebih sering menyibukkan diri dengan aktifitas masing-masing. Seringkali
aku hanya ditemani oleh hawa dingin yang menusuk dan gerimis. Membuat aku
sangat merindukan pelukan hangat penuh kasih darimu. Tapi, di tempat lain,
ternyata kamu lebih sering sibuk ber-“kencan” dengan merakit gundam plastik
modelmu. Aku tidak akan mengusik kebahagiaanmu dengan sibuk mengomel (lagi)
tentang hobi tercintamu itu. Karena aku tau, aku tak bisa berada disampingmu
untuk menemani hari-harimu. Mungkin, dengan begitu aku akan bisa lebih tenang.
Karena setidaknya, kamu yang berada nun jauh disana tidak sedang sibuk dan asik
bersama “orang” lain.
Kisah
kita memang bisa di bilang cukup “ruwet”, baik dulu ataupun sekarang. Berawal
dari sebuah aplikasi chat, kamu berkenalan dengan teman sebangku ku semasa SMA.
Kemudian, kalian menjadi semakin dekat. Hingga akhirnya, kamu mulai menaruh
hati padanya. Kemudian, entah bagaimana yang aku tak tahu ceritanya, diam-diam
kalian telah resmi menjalin hubungan hingga ia duduk di bangku kuliah. Sampai
pada saatnya setelah beberapa taun bersama, hubungan kalian kandas.
Pertama
kali kita benar-benar bertatap muka secara langsung secara empat mata, ketika
kamu datang ke kota di mana aku melanjutkan sekolahku setelah lulus dari SMA.
Tanpa ku sangka, kamu memberiku hadiah spesial berupa sebuah DVD dengan desain
khusus gambar tokoh favoritku serta bertuliskan namaku. Sungguh, aku tak bisa
menggambarkan perasaanku saat itu. Kaget, tapi dalam hati sebenarnya aku
bahagia. Sungguh manis, terimakasih untuk senyum yang kau lukis di wajahku. Dan
sebagai gantinya, aku juga memberimu sebuah novel dengan cerita tentang hewan
kesayanganmu, kesayangan kita, kucing.
Pertemuan
kedua, giliranku yang bertandang ke kota mu. Kebetulan ada beberapa teman yang
lagi mau liburan kesana. Saat itulah pertama kali kita keluar bersama hanya
berdua. Alih-alih mencari media penyimpan data, kamu mengantarku ke sebuah
pameran produk-produk IT. Kemudian, sepulang darisana kamu mengantarku ke tempat
teman-teman yang lain sedang bermain bersama menghabiskan malam. Tak terasa,
keesokan harinya pun sudah tiba waktunya aku dan teman-teman kembali ke
perantauan. Kita kembali bertemu untuk berpisah di stasiun kotamu.
Hingga kini
aku sudah tak tau berapa kali kita telah bertemu dan menghabiskan waktu bersama
sampai detik ini. Banyak hal yang telah kita lalui bersama, dari suka sampai
duka. Aku mencintaimu dengan sederhana. Aku memilihmu bukan karena ketampanan
parasmu atau keindahan fisikmu yang hanya tampak oleh mata telanjang. Bukan pula
aku memujimu karena harta yang kamu miliki. Bukan juga menyanjungmu karena
keturunan keluargamu. Tapi, karena agama yang ada padamu. Aku mencintaimu
dengan sederhana. Dengan cinta yang besar kepada-Nya. Ingin mencapai jannah
bersamamu, dan kamu sebagai imamku.
Jatuh cinta
di awal hubungan itu biasa. Tapi, yang luar biasa adalah jatuh cinta pada orang
yang sama berkali-kali setiap tahun, dan selamanya mencintai. Jatuh cinta itu
mudah, tapi bangun cinta itu yang susah. Aku sedang memikirkanmu. Aku selalu
merasakannya walaupun kita tidak bertemu. Aku tetap disini, tak akan pergi dari
sisimu. Hangatnya genggaman tanganmu, merangkul diri, hati, dan jiwaku. Aku ingin
memberitahumu, bahwa hati kita terhubung bersama.
Akhir perjalanan
cinta kita akan segera tiba. Meski sekarang masih belum jelas. Semoga, nantinya
tiada lagi mendung yang menghalangi jalan kita. Tiada lagi gerimis di sudut
mata. Juga tiada lagi hujan berkepanjangan di hati. Semua berganti dengan bias
rona warna pelangi yang indah nan ceria. Menebar senyuman di sisa hari-hari
yang akan kita lalui bersama sampai akhir hayat menjelang. Bahagia, bersama
menjalani hidup dan masa depan yang cerah penuh berkah.
Comments
Post a Comment