POSTRAUMATIC STRESS DISORDER - PTSD



GANGGUAN TRAUMATIS
A. TRAUMA
Menurut DSM-IV-TR (American Psychiatric Association, 2000), trauma adalah suatu keadaan yang meliputi kenyataan atau perasaan ancaman kematian atau  cedera serius terhadap seseorang atau orang lain. Kriteria lain untuk trauma adalah bahwa individu harus merespon suatu peristiwa tersebut dengan ketakutan yang intens, horor, atau merasa tidak berdaya.
Berdasarkan versi sebelumnya dari DSM, trauma didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang terjadi di luar pengalaman manusia normal. Namun, penelitian mendukung bahwa peristiwa yang lazim memiliki kemungkinan lebih tinggi menyebabkan trauma, seperti termasuk di dalamnya adalah peristiwa kematian mendadak orang yang dicintai atau penyakit akut yang mengancam, dapat mengakibatkan gejala yang sama seperti yang disebutkan di atas. (misalnya, Breslau et al., 1998). Dengan demikian, definisi trauma direvisi untuk memasukkan peristiwa  tersebut dan dimodifikasi untuk menyertakan respon individu sebagai elemen kedua yang diperlukan.


B. Postraumatis Stress Disorder-PTSD
National Institute of Mental Health (NIMH) mendefinisikan PTSD sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau fisiknya. Peristiwa trauma ini bisa berupa serangan kekerasan, bencana alam yang menimpa manusia, kecelakaan atau perang (Anonim: 2005d).

Gangguan stress pascatrauma (Postraumatic Stress Disorder-PTSD) dimasukkan sebagai diagnosis dalam DSM-III mencakup respon ekstrim terhadap suatu stressor berat, termasuk meningkatnya kecemasan, penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan trauma dan tumpulnya respon emosional. Hampir semua orang yang mengalami trauma mengalami stress dan hal itu normal. Jika stressor menyebabkan kerusakan signifikan dalam keberfungsian sosial dan pekerjaan selama kurang dari satu bulan,diagnosis yang ditegakkan adalah gangguan stress akut. PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa (Kaplan: 1997).
Kriteria diagnostik PTSD berdasarkan DSM-IV-TR adalah bahwa individu memiliki pengalaman atau menyaksikan suatu peristiwa atau beberapa kejadian traumatis secara langsung yang berupa kematian atau ancaman kematian atau cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik pada seseorang atau orang lain, dan respon langsung mereka meliputi ketakutan yang ekstrem, horor, atau rasa tidak berdaya.
Diagnosis PTSD dapat ditegakkan jika gejala-gejala atau simptom-simptom dalam tiap kategori berlangsung selama lebih dari satu bulan. Kategori yang dimaksud antara lain :
1.      Mengalami kembali kejadian traumatis. Individu kerap teringat pada kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang hal itu
2.      Penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam responsivitas. Subyek menghindari berpikir tentang trauma atau menghadapi stimuli yang mengingatkan pada kejadian traumatis, dapat terjadi amnesia terhadap kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurunnya ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan dan ketidakmampuan untuk merasakan berbagai emosi positif.
3.      Simptom peningkatan ketegangan, mencakup sulit tidur atau mempertahankannya, sulit berkonsentrasi, waspada berlebihan dan respoin terkejut yang berlebihan.
Masalah lain yang sering dihubungkan dengan PTSD adalah gangguan kecemasan lain, seperti depresi, rasa bersalah, penyalahgunaan obat (mengobati diri sendiri untuk mengurangi distress), masalah perkawinan, kesehatan fisik yang rendah, disfungsi seksual dan hendaya dalam pekerjaan (Bremner dkk.,1996; Jacobsen, South-wick, & Konsten, 2001; Zatzick dkk., 1997 Dalam Davison,…)
Berikut ini adalah kriteria diagnostik PTSD berdasarkan  DSM-IV-TR (American Psychiatric Association, 2000):

Ø  Reexperiencing
a.                               Mengulangi gambaran, pemikiran dan ingatan peristiwa
b.                              Mengulangi gangguan mimpi yang berkaitan dengan peristiwa
c.                               Bertindak atau seolah-olah peristiwa itu terjadi lagi
d.                              Menjadi marah ketika ada yang mengingat peristiwa yang dialami
e.                               Mengalami tekanan fisiologis saat mengingat peristiwa yang menimpanya

Ø  Avoidance and emotional numbing
f.                Menghindari pemikiran, perasaan,  atau diskusi yang mengingatkan individu pada trauma
g.               Menghindari orang, tempat atau situasi yang mengngatkan individu tersebut pada trauma
h.   Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari peristiwa traumatik
i.     Kurangnya ketertarikan pada aktivitas yang sebenarnya menyenangkan
j.               Merasa tidak mampu untuk berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain atau merasa tidak dapat memiliki kedekatan dengan orang lain
k.    Inability to experience emotion, restricted affect
l.     Merasa masa depan pendek

Ø  Hyperarousal
m. Mengalami gangguan tidur
n.   Perasaan ingin lekas marah sering muncul
o.   Mengalami gangguan konsentrasi
p.   Selalu waspada
q.   Menjadi mudah terkejut

1.      Reexperiencing (kriteria B)  
Dalam gejala yang termasuk dalam reexperiencing ini individu yang mengalami trauma paling tidak memiliki satu atau lebih gejala. Gejala ini dapat meliputi gangguan pikiran dan reaksi terhadap sesuatu yang mengingatkan pada trauma, mimpi buruk, atau bahkan ketika mengingat kembali peristiwa traumatik (flashback) dimana si individu mempercayai bahwa ia kembali pada saat-saat ia mengalami peristiwa traumatik tersebut. Gejala reexperiencing merupakan tanda yang spesifik untuk PTSD padahal bisa jadi ada gejala lain yang dapat mewakilinya dalam gangguan psikiatri yang lain.

2.      Avoidance and emotional numbing (kriteria C)
Individu yang memang mengalami trauma harus memiliki paling tidak tiga atau lebih dari tujuh gejala potensial penghindaran dan mati rasa emosi (numbing) untuk syarat diagnosa. Penghindaran dapat meliputi penghindaran dari segala macam hal yang dapat mengingatkan individu tersebut pada pengalaman traumatik, termasuk perasaan emosi ketika trauma, orang, tempat, barang dan sebagainya. Mati rasa secara emosi (numbing) dapat dianggap sebagai tipe penghindaran emosi tapi ini lebih dideskripsikan sebagai tipe yang ditandai hilangnya kesenangan dan perasaan tidak nyambung dengan orang lain.

3.      Hyperarousal (kriteria D)
Individu yang mengalami trauma harus memiliki dua atau lebih gejala ini. Gejala ini ditandai dengan gangguan tidur dan konsentrasi, perasaan selalu tersisihkan, dan selalu ingin marah-marah atau lekas marah.

Semua gejala di atas harus ada merepresentasikan sebuah perubahan fungsi dari sebelum terjadinya peristiwa traumatik. Dua kriteria terakhir untuk mendiagnosa PTSD adalah durasi gejala (kriteria E) dan hambatan dalam masalah sosial dan pekerjaan (kriteria F). Gejala harus ditunjukkan selama satu bulan atau lebih untuk menemukan kriteria PTSD. Bahkan kehadiran kesulitan yang signifikan secara klinis dan hambatan sosial, pekerjaan atau area fungsi yang lain juga harus diperlihatkan. Specifier  akut atau kronis PTSD tergantung pada panjangnya kehadiran gejala. Jika gejala yang hadir antara 1 sampai dengan 3 bulan, specifier akut diberikan. Jika gejala yang hadir lebih dari 3 bulan, specifier kronis diberikan. Jika gejala muncul lebih dari 6 bulan setelah peristiwa traumatik specifier tertunda onset dapat digunakan.
Pada gangguan stress posttraumatic, orang mengalami frekuensi, ingatan yang tidak diinginkan menimbulkan kembali peristiwa traumatik. Mimpi buruk adalah biasa. Kadangkala peristiwa hidup kembali sebagaimana jika terjadi (flashback). Gangguan hebat seringkali terjadi ketika orang berhadapan dengan peristiwa atau keadaan yang mengingatkan mereka kepada trauma asal. Misal beberapa ingatan adalah perayaan pada peristiwa traumatik tersebut, melihat senjata setelah dipukul dengan senjata ketika perampokan, dan berada di perahu kecil setelah kecelakaan tenggelam.
Orang secara terus menerus menghindari benda yang mengingatkan pada trauma. Mereka bisa juga berusaha untuk menghindari pikiran, perasaan, atau pembicaraan mengenai peristiwa traumatik dan menghindari kegiatan, keadaan, atau orang yang bisa mengingatkan. Penghindaran bisa juga termasuk kehilangan ingatan (amnesia) untuk aspek tertentu pada peristiwa yang traumatik. Orang mengalami mati rasa atau kematian pada reaksi emosional dan gejala yang muncul meningkat (seperti kesulitan tertidur, menjadi waspada terhadap tanda bahaya beresiko, atau menjadi mudah terkejut). Gejala pada depresi adalah umum, dan orang menunjukkan sedikit ketertarikan pada aktifitas menyenangkan sebelumnya. Perasaan bersalah juga biasa. Misal, mereka bisa merasa bersalah bahwa ketika mereka bertahan hidup ketika orang lain tidak.



DAFTAR PUSTAKA

Davidson, G.C. & Neale, J.M. 1994. Abnormal Psychology. New York: John Wiley & Sons, Inc

Comments